Sandi Amaq Rinjani: the future Steven Spielberg from chili island

Baru jari, Rinjani dan Samalas adalah serumpun gunung tertinggi yang menjadi pasak kokoh pulau lombok ke dasar bumi. Pulau yang dinamakan berdasarkan falsafah dasar penghuninya suku sasak, lombok (dibaca dengan kedua huruf “o” seperti pada kata “low”) yang dalam bahasa sasak berarti lurus. Masyarakat yang memuliakan kelurusan budi pekerti, kata dan perbuatannya. Falsafah ini merupakan pusaka yang terkunci rapat dan hanya terhunus dalam kalimat perpisahan terakhir, ketika tetua melepas yang muda merantau (dulu) di hiruk-pikuk pelabuhan atau (kini) di riuk pikuk bandar udara. Jadilah manusia yang lurus hati, pikiran dan perbuatan. Falsafah itu lahir, tumbuh, besar dan bersemayam secara alami di masyarakat yang hidup dipunggung gunung rinjani ini. Muara dari didikan alam dan muasal dari adab perilaku dan tata krama kehidupan.

Pemikiran tersebut mengemuka ketika pertama kali penulis mendengar nama Sandi Amaq Rinjani (SAR). Cineas muda sasak yang bangga akan identitas dirinya yang menggebrak kancah perfileman nasional melalui buah karya film perdananya “Perempuan Sasak Terakhir”. Film yang berusaha mengikir nilai-nilai dasar kesasakan yang semakin pudar, terkorosi oleh terjangan nilai-nilai global yang bersebrangan, dalam bit-bit digital yang tak lekang zaman. Hilangnya karakter dasar tersebut menjadikan realitas dari masyarakat sasak kini jauh berbeda dari falsafah diatas. Hal inilah yang sepertinya mengilhami SAR untuk mengangkat tema tentang karakter dasar (sangat berat), dibandingkan dengan tema-tema ringan lainnya yang tentunya lebih mudah untuk dikemas dalam adegan perfileman.

Di tengah-tengah persaingan dunia perfileman yang semakin ketat, sepertinya sikap mental positif, dan kecenderungan untuk proaktif daripada reaktif menjadi kunci SAR dalam berkiprah. Sebagai contoh, berbeda dengan sebagian intelektual muda mencibir langkah Zainul Madji yang dalam membangun Pusat Kebudayaan Islam (islamic center) di mataram (baik karena pemilihan lokasi, proses pembangunan, atau karena penempatannya dalam skala prioritas pembangunan), SAR melihatnya sebagai sesuatu yang fait accompli (sesuatu yang sudah terlanjur terjadi dan harus kita terima sepenuhnya sebagai fakta). Dengan keahlian yang dimilikinya SAR justru membuat dokumentasi visual lengkap pembangunan Islamic Center. Dokumen digital yang kelak menjadi wahana bagi anak-cucu sasak untuk belajar tentang proses pembagunan bangunan monumental sebagai pusat peradaban islam di lombok. Ketika sebagian besar orang sasak mengeluh dengan ribetnya penominasian rinjani sebagai geopark dunia, SAR membuat dukumentasi ciamik yang diapreasi secara nasional dengan penghargaan yang langsung diterimanya dari presiden Susilo Bambang Yudhoyono.

Sosok SAR, menyeruak ketika kiprah orang-orang sasak semakin tenggelam dalam kancah nasional. Selain Dr. Kurtubi yang kerap mengisi wawancara tentang energi di televisi, tidak ada lagi orang-orang sasak yang menjadi duta sasak di level nasional. Hal ini bersebrangan dengan gemerlapnya pesona Fahri Hamzah, Dien Samsudin, Hamdan Zoelva, Zulkieflimansyah dari pulau jiran sumbawa di kancah nasional, yang sebentar lagi akan memisahkan diri dari provinsi NTB. Fakta ini merupakan eufemisme (sindiran halus) yang dikuatkan oleh pidato sinis berapi-api Fahri Hamzah yang menekankan peran kunci masyarakat lombok dalam menurunkan IPM rata-rata NTB dan sempat mendidihkan darah orang-orang lombok. IPM NTB rendah karena rendahnya IPM orang lombok yang merupakan mayoritas populasi NTB. Read the rest of this entry »

Manifesto pemimpin dan masyarakat NTB: apa dan bagaimana pasca pilgub 2013

Tanggal 13 Mei 2013, masyarakat Nusa Tenggara Barat (NTB) secara kolektif telah menulis sejarah NTB di dalam bilik-bilik pencoblosan pada pemilu gubernur. Namun demikian, kita semestinya tidak terbuai dalam menikmati keberhasilan atau meratapi kegagalan. Saatnya kita hapus semangat berkompetisi membela jagoan untuk kita sublim menjadi semangat kebersamaan membangun bumi gora. Kalah menang soal biasa, persaudaraan dan kebersamaan adalah prinsip utama. Saatnya kita berbenah, jaga diri untuk tidak berlebihan dan himbau diri tidak lampaui batas. Read the rest of this entry »

OK, O.K., Oke, Okey, Okey Dokai, Orangnya Kyai

Entah siapa yang memulai, namun tentunya tren menyingkat idiom atau nama kini menjadi kebiasan umum. Bisa jadi berawal dari usaha mempermudah untuk tidak menulis terlalu panjang dalam layanan pesan singkat (sms) atau twitter yang membatasi jumlah karakter, atau dalam ber-miling-list, sehingga singkatan baru menjamur dimana-mana. Saking populernya, trend ini terkulminasi dengan munculnya generasi 4l4Y (alay). Mereka adalah generasi hiper-kreatif yang over-improvisasi sehingga terlalu susah bagi kalangan non-alay untuk mengerti. Selain irit karakter, singkatan juga mempermudah penyebutan. Dari pada secara penuh menyebut Susilo Bambang Yudhoyono atau Jusuf Kalla, tentu lebih mudah SBY atau JK. Singkatan kian populer dan semerbak mewangi seiring gegap gempita pemilihan langsung a la demokrasi. Read the rest of this entry »

Bahaya isu premordialisme pada pilkadal NTB 2013

Ketika memberikan ceramah di masjid Salman ITB di awal tahun dua ribuan, Adi Sasono memaparkan tentang arti politik dalam wujudnya yang paling sederhana. Dengan ilmu yang dikuasainya, para insinyur dituntut untuk membangun sebuah jembatan dengan resource yang ada dan hasil yang maksimal. Jembatan berbiaya murah, tahan lama, kuat, kekar, anti gempa, tahan arus deras dan seterusnya. Tapi jembatan seperti apa dan di mana di bangun ada di tangan penguasa. Jika ada dana beasiswa, semua orang yang memenuhi kualifikasi punya peluang menerimanya, tapi penerima sesungguhnya diputuskan oleh pemegang kuasa. Sebagai bahan bakar pembangunan, pemerintah mengutip pajak dan berkuasa terhadap bagaimana, dimana dan kepada siapa penyalurannya.

Ketika kekuasaan dipegang penuh oleh satu orang disebut tiran atau tirani. Jika yang memegangnya hanya sekelompok kecil (minoritas) masyarakat – biasanya kelompok berada (borjuis), bangsawan atau keluarga raja- lazim disebut tirani minoritas. Namun yang banyak dianut dan diagung-agungkan saat ini adalah kekuasaan yang terbagi rata di tangan semua orang dengan porsi yang sama, yang dikenal dengan demokrasi. Demokrasi, dikembangkan sebagai anti-tesis dari pemusatan kekuasaan pada segelintir orang (tirani minoritas), namun jika tidak dilaksanakan secara elegan akan menghasilkan sebaliknya, tirani majoritas dimana kelompok majoritas berkuasa penuh terhadap kelompok minoritas. Read the rest of this entry »

Narasi besar menuju NTB bersaing: Lika-liku IPM

Janji politik Zainul Majdi
Argumen utama yang digunakan oleh pasangan calon gubernur dan wakil gubernur NTB Zainul Majdi dan Badrul Munir (pasangan BARU) pada pemilihan kepala daerah tahun 2008 adalah kegagalan pemerintah sebelumnya dalam mendongkrak Indeks Pembangunan Manusia (IPM) Provinsi Nusa Tenggara Barat (NTB). Karena IPM memberikan ukuran mengenai perbandingan dari harapan hidup, melek huruf, pendidikan dan standar hidup; maka tak ayal lagi posisi buncit IPM NTB (pada tahun 2008 data sensus tahun 2004 belum dipublikasikan, dan sebelum tahun 2004 IPM NTB masih nomor buncit) menjadi barang jualan BARU dalam setiap pamflet, brosur, spanduk dan baligo kampanye mereka. Taglinenya sederhana: “Para kepala daerah terdahulu telah gagal, dan saatnya pimpinan BARU diberikan kesempatan.” Read the rest of this entry »

« Older entries